Kotamobagu – Puncak kesabaran mahasiswa Institut Agama Islam (IAI) Azmi Kotamobagu dalam menanti kejelasan status kampus mereka mencapai puncaknya. Demo pun jadi pilihan untuk menyampaikan uneg-uneg dan tuntutan mereka.
Demo yang dilakukan usai Sholat Ashar tersebut mengundang perhatian warga. Dari pantauan Koran Bolmong, tak sedikit warga sekitar yang ikut menyaksikan tuntutan mahasiswa.
Dengan membawa spanduk dari kertas Koran yang bertuliskan “Pray For Institut Agama Islam Azmi. Turunkan Rektor dan Antek-anteknya”, Senin, (7/11) sore, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli IAI Azmi Kotamobagu menggelar aksi demo menuntut Rektorat segera memberi kepastian legalitas kampus tersebut.
Dalam aksi tersebut, hanya Biro Kemahasiswaan, Harianto Simbala, yang berada di kampus. Sedangkan sasaran demo mahasiswa yakni, Rektor IAI Azmi, Drs Muh Anthon Mamonto, MA dan Wakil Rektor, Muliadi Mokodompit tak berada di tempat.
Puncak kemarahan mahasiswa disinyalir karena tak terdaftarnya nama kampus mereka di Portal Kementerian Riset, Teknologi dan Direktorat Pendidikan Tinggi (Kementistek Dikti). Hal tersebut dibuktikan dengan rekapan Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) yang mereka unduh dari situs resmi dikti. Terlebih dengan tak hadirnya pimpinan tertinggi kampus, menyiratkan tak seriusnya Rektorat dalam menanggapi tunututan mahasiswa.
“Kalau pihak Rektorat mengatakan bahwa kampus ini terdaftar, kenapa di pangkalan dikti nama kampus ini tidak ada,” ungkap mahasiswa sembari menyodorkan rekapan PDPT.
Dalam orasi tersebut, mahasiswa yang mayoritas sudah semester tiga ini, juga mempertanyakan Nomor Induk Mahasiswa (NIM) yang selalu dijanjikan pihak rektorat. Namun, hingga saat ini tak satupun mahasiswa yang menerima kartu tersebut. Padahal, dalam pengurusan NIM, setiap mahasiswa dibebankan uang sebesar Rp750.000, dan terbayarkan pada bulan Juni 2015 lalu. Belum lagi uang Rp100.000/mahasiswa untuk membayar Ujian Tengah Semester (UTS).
“Kami sudah bayar uang untuk buat NIM, belum lagi uang UTS, sedangkan kampus saja belum terdaftar. Terus, nilai kami saat ujian mau diinput di mana. Di bawah meja”, terang mereka.
Aksi yang semula damai tersebut hampir ricuh, di mana antara mahasiswa dan Biro Kemahasiswaan saling bersitegang.
Seakan tak ingin kehilangan moment, peserta demo juga melakukan boikot penyelenggaraan UTS. Mereka meminta agar seluruh mahasiwa turut melakukan aksi menunutut hak mereka. Mahasiswa mengancam akan terus melakukan aksi demo jika tuntutan mereka tak diindahkan pihak rektorat.
“Kami akan terus melakukan aksi jika tuntutan kami tidak digubris oleh rektorat. Rektorat harus bertanggungjawab”, ungkap mahasiswa sembari mengatakan “hidup mahasiswa”.
Biro Kemahasiswaan IAI Azmi Kotamobagu, Harianto Simbala, saat memberikan keterangan di tengah-tengah aksi mengatakan bahwa tuntutan mahasiswa tak beralasan.
“Semuanya masih dalam proses, dan kami sudah menyurat ke Direktur Pendidikan Tinggi Kemenag untuk kepengurusan portal dan akun mahasiswa,” ucap Harianto.
Namun, menurut Kepala Program Studi (Kaprodi) KPI Fakultas ushuludin, Merdi Mamonto, SPdI, jika NIM merupakan syarat mutlak sebelum terjadi proses perkuliahan.
“Yang saya tau, NIM dulu baru ada UTS, ataupun proses perkuliahan”, terang Merdi.
Pernyataan senada juga disampaikan Sekretaris Dekan Fakultas Tarbiyah, Handoko Paputungan, SPdI. Ia mengatakan jika proses perkuliahan saat ini dianggap abal-abal.
“Mana bisa NIM belum ada tapi sudah melaksanakan UTS. Nilainya mau diinput di mana?,” tanya Handoko.
Sementara itu, Rektor IAI Azmi Kotamobagu, Drs H Muh Anthon Mamonto, MA, mengatakan menyesal dengan aksi mahasiswa tersebut. Sebab, aksi itu dilakukan saat UTS dilaksanakan.
“Kenapa saat UTS mereka demo. Berarti mereka tidak ikut ujian, kalau tidak mau ujian jangan mengajak mahasiswa yang sedang ujian untuk tidak ujian”, ucap Anthon.
Ia menduga, jika dalam aksi demo tersebut ada yang menunggangi.
“Saya yakin ada yang menunggangi aksi mereka. ini kan rektorat bukan pasar, masak bikin kekacauan”, tandas Anthon.
Pernyataan rektor jika aksi tersebut ditunggangi bertolak belakang dengan pernyataan mahasiswa saat melakukan aksi. Aksi tersebut murni dari kekecewaan atas sikap rektorat.
“Sekali lagi, aksi kami murni. Tidak ada yang menunggangi. Kami sudah muak dengan janji-janji yang diberikan oleh rektorat”, tegas mahasiswa dalam orasi tersebut. Heri/krb