PENGUSUTAN kasus megakorupsi e-KTP yang tengah diseriusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rupanya berdampak hingga ke bumi para bogani.
Senin (3/4) kemarin, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pergerakan Mahasiswa Bolaang Mongondow Raya menggelar demo di kantor DPRD Kotamobagu.
Mereka mendesak Pemkot dan DPRD Kotamobagu menyatakan sikap mendukung KPK menuntaskan kasus korupsi bernilai triliunan rupiah itu.
Sayangnya, demo mahasiswa tersebut berujung ricuh. Kericuhan dipicu kemarahan puluhan mahasiswa, karena dari 25 anggota DPRD, hanya satu anggota yang mau menemui mereka. Puluhan mahasiswa yang marah itu pun masuk ke ruangan sidang dan mengobrak- abrik meja dan kursi.
Jejak Korupsi e-KTP
Diketahui kasus korupsi e-KTP telah menjadi perhatian serius KPK. KPK menyatakan kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai angka yang besar, yakni lebih dari Rp 2 triliun.
Jumlah tersebut didapat berdasarkan audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Wakil Ketua KPK, Laode Syarif mengatakan, jumlah yang besar membuat kasus e-KTP menjadi perhatian khusus KPK. “Beda dengan kasus biasa,” kata Laode beberapa waktu lalu.
Diketahui sebelumnya dalam dakwaan yang dibacakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang perdana korupsi pengadaan e-KTP tahun 2011-2012 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis 9 Maret 2017 lalu mencengangkan publik.
Sejumlah nama pejabat besar ikut terseret karena diduga mendapat aliran dana dari korupsi itu. Beberapa pejabat yang disebut di antaranya mantan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Gamawan Fauzi, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, hingga Menteri Hukum dan HAM saat ini Yasonna Laoly.
Dalam dakwaan yang dibacakan tim jaksa KPK yang beranggotakan Eva Yustisiana, Wawan Yunarwanto, Irene Putrie, Abdul Basir, Mochamad Wiraksajaya, Ariawan Agustartono, Taufiq Ibnugroho, dan Mufti Nur Iriawan itu, disebutkan Gamawan mendapat 4,5 juta dolar dan Rp 50 juta.
Anas Urbaningrum mendapat 5,5 juta dolar dan Rp 20 miliar. Setya Novanto menerima 615.000 dolar dan Rp 25 juta. Yasonna yang saat itu masih menjabat sebagai anggota DPR RI mendapat 84.000 dolar.
Selain itu, disebut juga nama Marzuki Alie, mantan Ketua DPR RI 2009-2014 yang mendapat Rp 20 miliar. Ade Komaruddin, mantan Sekretaris Fraksi Partai Golkar menerima 100.000 dolar. Olly Dondokambey menerima 1,2 juta dolar.
Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah yang saat itu duduk di Komisi II DPR periode 2009-2014 menerima 584.000 dolar dan Rp 26 juta. Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI menerima 1,047 juta dolar. Mirwan Amir menerima 1,2 juta dolar. Melchias Markus Mekeng menerima 1,4 juta dolar.
Dalam sidang itu dihadirkan pula dua terdakwa kasus korupsi tersebut yakni mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman serta Sugiharto, eks Ketua Panitia Lelang Proyek e-KTP.
Jaksa KPK juga menyebut aliran dana korupsi proyek e-KTP tak hanya mengalir ke anggota DPR. Diketahui, auditor BPK, staf di Kementerian Keuangan, staf di Kementerian Dalam Negeri, dan beberapa pihak lainnya pun ikut menikmati uang tersebut. Berdasarkan daftar, ada 12 nama dari lembaga-lembaga tersebut yang menerima uang berkisar antara Rp 10 juta sampai Rp 80 juta.
“Bahwa selain memberikan sejumlah uang kepada Komisi II DPR, pada bulan November-Desember 2012, terdakwa II (Sugiharto) juga memberikan sejumlah uang kepada staf pada Kemendagri, Kemenkeu, BPK, sekretariat Komisi II DPR, dan Bappenas yang terkait dengan pengusulan dan pembahasan tambahan anggaran penerapan KTP berbasis NIK secara nasional,” kata Jaksa KPK. (kbm/her)