Bolmut, Inatonreport.Com – Berawal dari sosialisasi yang digelar oleh Balai Sungai Provinsi Sulut tentang pembangunan pengaman abrasi pantai, pada Rabu 24 November 2021 lalu, sejumlah warga Buko Utara protes ke Camat Pinogaluman.
Seperti dikutip dari laman website Desa Buko Utara, Fadli, salah satu warga yang kesal mengungkap,
“Kiapa musti mo mulai dari sablah, padahal di sablah nyanda ada penduduk yang terdampak. Kiapa waktu ambe sampel bekeng proposal, bekeng kunjungan sampe datang ba ukur pa torang pe desa, serta depe realisasi cuma mulai dari sabla,” ucap Fadli, Sabtu (26/11/2021).
Bahkan, Fadli menyampaikan pemerintah kecamatan seolah-olah ikut campur.
“Torang dapa lia, Ibu Camat taru depe jari satu di kapala pa dia, tantu depe isyarat torang ini orang tidak pintar.
Kalaupun indikasinya ke arah demikian, maka sebagai masyarakat kami tentu sangat menyesali kelakuan seorang pimpinan wilayah yang seharusnya memberikan contoh yang baik bagi masyarakat,” beber Fadli.
Kritik tersebut langsung dijawab oleh Camat Pinogaluman, Irawati Mooduto SPd ke media ini via aplikasi WhatsApp miliknya, Senin (29/11/2021).
Mooduto menilai pembangunan itu berdasarkan kajian Matang, bukan kemauan pemerintah kecamatan.
“Titik nol pembanguan tanggul pengaman abrasi pantai dibuat berdasarkan kajian teknis pelaksana project, bukan berdasarkan kemauan pemerintah Kecamatan, secara geografis Buko dan Buko Utara adalah satu kesatuan pantai, maka ketika terjadi bencana yg mengakibatkan abrasi maka perlu adanya kajian sistematis dari mana memulai titik nol pembangunan tersebut,” ujar Mooduto.
Lebih lanjut mooduto menjelaskan bahwa pembangunan tanggul patut disyukuri bukan menjadi polemik.
“Pembangunan tanggul pengaman abrasi pantai, seharusnya semua dapat menerima dan menyukuri, sebagai karunia untuk masyarakat Buko dan Buko Utara, yang secara hirarki masih sangat erat hubungan kekeluargaan, bukan menjadikannya sebagai polemik,” jelas Mooduto.
lLanjutnya secara historis, menurut Mooduto, Buko diawali pembangunannya karena pernah merasakan dampak abrasi.
“Kajian teknis abrasi pantai yang terjadi di wilayah kesatuan Pantai Buko dan Buko Utara terjadi sejak tahun 1986 (saat itu masih Desa Buko Induk). Maka secara logika orang yang pertama merasakan dampak dari abrasi pantai itu adalah masyarakat Buko Induk, yang menurut hemat kami dari situlah para teknisi mengkaji berdasarkan latar bekakang ilmu yang mereka punya, bahwa titik nol bukan di mulai di Buko Utara tetapi Buko Induk,” tutup Mooduto.
*IB