inatonreport.com – Pendidikan gratis bagi warga tak mampu di Indonesia rupanya hanya mimpi belaka. Hal tersebut tak sesuai dengan keinginan pemerintah yang mewajibkan warganya sekolah sembilan tahun.
Seperti yang dialami seorang pelajar Madrasah Tsanawiyah mengaku dikeluarkan dari sekolah lantaran tak bisa membayar buku LKS (Lembar Kerja Siswa) dan amal jariyah. Pihak sekolah menyatakan sebagai salah faham dan akan meminta siswa itu masuk kembali agar tidak putus sekolah.
Bayu Wahyudi Pratama, siswa kelas 1 MTs Negeri Kandat Kabupaten Kediri tak lagi melanjutkan sekolah sejak hari ini. Terhitung mulai Kamis, 11 Mei 2017, dia tak lagi tercatat sebagai siswa sekolah tersebut dan harus tinggal di rumah. “Saya tak bisa membayar uang LKS dan amal jariyah sebesar Rp 1.650.000 kata Bayu, Jumat (12/5/017).
Bayu menjelaskan sebelumnya dia dan seluruh siswa kelasnya diminta menyelesaikan pembayaran uang buku LKS dan amal jariyah oleh gurunya. Siswa yang tak bisa menyelesaikan pembayaran dilarang mengikuti ujian kenaikan kelas yang akan dilaksanakan awal pekan depan. Sebab, hanya siswa yang menunjukkan kuitansi pembayaran saja yang mendapat kartu ujian.
Menurut Ramidi, ayah Bayu yang bekerja sebagai penjual pentol keliling, tak sanggup menyediakan uang sebesar itu dalam waktu dekat. Sejak bercerai dengan istrinya, dia dan Bayu tinggal berdua di rumah kontrakan kecil di pinggiran Kabupaten Blitar. “Saya akhirnya menandatangani surat pengunduran diri (drop out) di sekolah,” kata Ramidi.
Masih menurut Ramidi, sejak masuk di sekolah itu, Bayu tercatat sebagai siswa kurang mampu dan memegang Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namun memasuki semester dua, bantuan pendidikan itu tak lagi bisa dicairkan. Karena itu Ramidi mengaku keberatan membiayai sekolah anaknya dan menyerah untuk memulangkan anaknya dari sekolah.
Kepala MTs Negeri Kandat Abdullah Rasyid saat dikonfirmasi mengakui adanya peristiwa itu. Namun dia menegaskan hal itu hanyalah kesalahpahaman semata. Menurut Rasyid, keluarga Bayu mengajukan pengunduran diri karena persoalan keluarga. “Jadi bukan kami yang mengeluarkan,” katanya.
Rasyid menjelaskan sekolahnya memang meminta kepada seluruh siswa untuk membayar buku LKS dan amal jariyah. Namun hal itu tidak bersifat memaksa, terutama kepada siswa yang kurang mampu. Karena itu, Rasyid mengaku kaget ketika tiba-tiba tersiar kabar jika kemunduran Bayu dari sekolah akibat tidak mampu membayar biaya sekolah. “Setahu saya alasannya karena broken home,” kata Rasyid.
Sejak orang tuanya berpisah, menurut Rasyid, kondisi Bayu memang kurang diperhatikan. Pihak sekolah, kata dia, akan melakukan pendekatan dengan keluarga Bayu agar Bayu bisa kembali bersekolah dan tidak putus sekolah.
Editor: Heri Setiawan
Sumber: Tempo.co